Aku bernama adit, aku bisa terlahir di dunia ini berkat ibu yang mempertaruhkan nyawanya demi menyelamatkan hidupku, setelah 5 tahun kepergian ibuku, kini ayahku telah meminang seorang istri baru, aku pun kini memiliki keluarga baru dan lingkungan baru pula. namun kebahagiaan ku tak berlangsung lama, saat usiaku yang ke 10 tahun, kini ayah meninggalkanku sendiri di dunia, aku selalu menangisi kepergian ke-2 orang tuaku, ibu tiri yang kuanggap sebagai ibu kandung tak memberi kasih sayang seperti halnya kedua orangtuaku, walau aku tak tau bagaimana belaian kasih sayang seorang ibu kandung, tapi walau tak secara langsung, almarhum ibu kandungku menunjukan bahwa dia sangat mencintai dan menyayangiku, dengan menukar nyawanya dengan nyawaku.
Aku tak pernah menyesali pernikahan antara ayah dan ibu tiri ku, selalu dalam sepi memohon diriku kepada yang kuasa untuk menyadarkan ibu tiri ku, mungkin aku hanya menjadi bebanya saja, karna selain diriku ibu tiriku memiliki ke-2 orang anak hasil dari pernikahnya yang terdahulu, ke-2 anak ibu tiriku lebih tua di banding denganku, jaraknya dengan umur ku sekitar 2-4 tahun, ke-2 kakak dan ibu tiri ku memiliki kecemburuan padaku saat masa-masa kehidupan ayahku, aku merupakan anak yang paling di manja dalam keluarga, ayahku sangat menyayangiku begitu juga aku, aku sangat menyayanginya,seolah-olah baru kemarin aku bermain bersama ayahku, kini dia pergi untuk selama-lamanya,aku hanya bisa memandangi foto ke-2 orangtua ku yang menggunakan baju kebaya saat pernikahnya,dan senyum yang membuatku semangat untuk tetap menjalani hidup.
”Jadilah orang yang sukses”, adalah permintaan terakhir dari ayahku, namun mungkin itu tidak dapat terwujud saat usiaku yang ke-17 dan telah lulus dari sekolah menengah atas(SMA), aku tidak di ijinkan oleh ibu tiriku untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan universitas, aku di jadikanya sebagai pembantu rumah tangga, menyelesaikan pekerjaan rumah skaligus sebagai pemasak di dapur, ibuku orang yang berkecukupan, dia bisa saja mempekerjakan seorang pembantu, tetapi mengapa aku yang di jadikanya sebagai pembantu? Aku hanya bisa menuruti perintah dari ibu tiriku, tak berani ku menentang perintahnya, aku tak memiliki siapa-siapa lagi selain dia, ibu tirikulah yang aku sayangi, aku memang sudah tidak bersekolah tetapi aku tak pantang menyerah untuk mewujudkan permintaan terakhir ayahku, diam-diam setelah menyelesaikan pekerjaan rumah, aku belajar mengulang pelajaran-pelajaran se-masa SMA dulu, dan membaca buku-buku kuliah tentang bisnis ekonomi milik kakak pertamaku yang kuliah pada jurusan tersebut, aku hanya bisa membacanya sebentar, bila kakakku sedang berpergian, jika kakakku tau aku menyentuh bukunya maka tak segan-segan dia akan melemparku dengan buku yang kubaca tadi, dia anggap aku hanya mengotori bukunya dengan impianku yang tak kan bisa tercapai, karna aku hanya pembantu, pembantu akan tetap menjadi pembantu, dan akan selalu hidup sebagai pembantu, itu yang selalu kuingat dalam memori otakku, bagaimana seorang kakak yang menjejalkan kata demi kata untuk menghilangkan impian itu, terlepas dari semua itu aku tak ambil pusing, memang sakit sekali di hati tetapi aku lebih berkonsentrasi pada tujuan awalku, ”Mencapai kesuksesan”, walau terkadang rasa menyerah itu muncul menghalangi jalanku, walau pembantu, aku selalu ingin maju.
Pada buku-buku yang telah ku baca sebelumnya seperti pemikiran tentang ilmu ekonomi, bisnis ekonomi, dan buku-buku ekonomi lainya,aku memiliki pemikiran untuk bisa selangkah mewujudkannya, aku tertarik dengan bisnis-bisnis pertokoan, dan aku telah berencana untuk mendirikan sebuah usaha sendiri, dengan mengumpulkan beberapa uang yang kudapat dari ibu tiri ku tiap harinya, walau hanya 3000 rupiah, itu sudah cukup buatku untuk menabung. Ke-2 kakakku yang tak pernah mengharapkan kehadiranku dalam keluarga, selalu menginjak-injak harga diriku, mencemo’oh dan memandang sebelah mata pada diriku yang hanya menjadi pembantunya, aku yang selalu berkata, “suatu saat aku akan lebih baik dari kalian”, hanya tawa yang ada di wajah mereka, bila aku berkata demikian, tak apalah, memang mungkin aku terlalu berlebihan mengucapkanya, tiap malamnya aku terbangun untuk berdoa kepada sang kuasa agar memberikan jalanya, memudahkanku untuk mengejar impian ayah,membuktikan kepada ibu tiri dan ke-2 kakak ku bahwa aku bisa,dan aku mampu, karna tak ada yang tak mungkin selama usaha itu ada.
Berdo’a dan usaha selalu aku lakukan, tiap malam setelah selesai solat aku mengendap-endap ke kamar kakak pertmaku untuk membaca buku baru yang ia beli, dan buku itu tergeletak di lantai begitu saja, dengan rasa takut dan cemas aku ambil buku tersebut, ku buka dengan perlahan dengan posisi jongkok aku membaca satu demi satu halaman, buku ini adalah buku tentang kiat-kiat sukses mendirikan usaha, bagaimana di ceritakan cara, strategi dan pemikiran seorang usahawan dalam mendirikan sebuah usaha-usaha swasta, 1 jam aku membaca, buku yang memang sangat tebal, saat membuka halaman yang ke-30, malam yang sial buatku, kakak 1 ku terbangun dari tidurnya berkata, ”woi anjing berani banget loe masuk kamar gue”, Cari mati loe, gue kan dah bilang jangan sentuh-sentuh buku gue”, aku yang gemetar mendengar ucapanya, langsung berucap, “nggak gitu kak, aku mau bersihin kamar kakak, bukunya tadi jatuh di lantai, jadi ku ambil dan mau ku rapikan di lemari buku kakak, aku tak punya niat lain kak, maaf bila aku tak sopan masuk ke kamar kakak”, ”jangan bohong lu”, jawab kakakku dengan nada yang lebih keras, bergegas ku tutup buku itu, dan menaruhnya di lemari buku, dia masih tetap saja mengomel sdikit-sedikit berkata anjing, sedikit-sedikit berkata kambing….yah begitulah semua nama di kebun binatang keluar begitu saja dari mulut kakakku, padahal kakakku seorang yang berpendidikan tetapi prilakunya seperti binatang liar, ya sudahlah, aku hanya bisa berucap Astaghfirullah, Allahu Akbar.
Karena suara kakakku yang begitu keras, membuat seluruh penghuni rumah terbangun, ibu tiriku yang menggenggam sapu menuju ke araku, ”adit kamu itu malem-malem cari masalah, kamu mau diusir dari rumah ini ya ? ”, ”iya usir aja tuh pembantu gembel, yang tak tahu diri”, ucap kakak pertamaku, dengan wajah yang seolah-olah ingin menerkamku, ”kakak keduakupun ikut-ikutan memanas-manasi ibu tiriku”, dah ma pukul aja biar dia kapok”, dengan wajah yang memelas, aku meminta maaf dan berjanji untuk tidak mengulanginya, tapi tetap saja ayunan sapu itu mendarat tepat di bawah punggungku, aku hanya bisa merintih kesakitan, kesakitan ku merupakan kesenangan buat mereka, aku mencoba untuk bertahan melewati pukulan demi pukulan yang di arahkanya padaku, aku tak boleh bergerak ataupun berlari, malam yang menyakitkan buatku, kalau saja aku bukan laki-laki mungkin aku sudah menangis sejadi-jadinya, karna aku laki-laki jadi harus lebih kuat.
Banyak yang telah aku lewati, tetapi baru kali ini ibu tiriku memukuliku, bekas pukulan ini mungkin akan hilang tetapi bekasnya di hati takkan pernah hilang, walau bagaimanapun kejamnya keluarga ini, aku sangat menyayanginya, harta dari ayahku yang seharusnya sebagian miliku, di ambil alih oleh ibu dan kedua kakak tiriku, aku bisa terima dan bisa iklaskan mengenai harta itu, tetapi yang tak bisa kuterima adalah ketika mereka membuang dan membakar foto-foto almarhum ayahku, apa sebegitu dendamnya mereka kepada almarhum ayahku, hingga mereka berbuat demikian.
Keesokan paginya aku melakukan aktivitas seperti biasanya di mulai dari memasak dan menyiapkan makanan di meja makan, mencuci baju, membersihkan rumah dan halaman , tak lupa mengepel tiap sudut ruangan, seakan-akan kejadian semalam tak pernah terjadi, ibu dan kedua kakak tiriku yang sedang menikmati hidangan paginya , tak sepatah katapun keluar dai mulut mereka hanya memasang wajah yng tak perduli, aku menyesal melakukannya tetapi bila aku tidak nekad, aku tak kan bisa mengerti tentang apa itu bisnis, apa itu keuangan, bagaimana cara memanajerial sebuah usaha yang kita kelola sendiri,dan cara-cara yang memang sangat bagus untuk membentuk sebuah peluang usaha, kapan aku bisa mengejar impianku, kalau aku hanya sebagai pembantu yang penakut.
Tidak terasa sudah setahun aku menjadi pembantu sekaligus sebagai pencuri ilmu, tabunganku masih sedikit, tetapi perasaanku yang tak mau tinggal diam memaksaku untuk meninggalkan rumah, sesaat setelah aku mengerjakan pekerjaan rumah dan waktuku untuk beristirahat, kugunakan untuk menata bajuku dalam tas peninggalan almarhum ayah, yang di berikanya sebelum meninggalkanku, waktu menunjukan jam 3 pagi saatnya buat diriku untuk pergi, banyak kenangan manis dirumah ini, sejenak aku memandangi ruang keluarga yang merupakan saksi bisu saat masa-masa indah itu, kenangan yang tak terlupakan,tangis yang mengiringi kepergianku, maafkan aku, ibu dan kakak-kakakku bila aku tak bisa berpamitan, suatu saat aku akan kembali dan membalas semua yang kau berikan padaku memang hanya duka dan kesakitan yang kurasa, tetapi kecintaan dan kesayanganku pada kalian takkan pernah hilang, walau mungkin hanya aku yang memiliki perasaan itu, aku akan mengejar impianku setelah itu aku akan bersatu kembali dengan kalian.
bla bla bla…next story
Tidak ada komentar:
Posting Komentar